Penyelesaian Sengketa Ekonomi
•
Pengertian Sengketa
Sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua
orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat
diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Kemudian sebagaimana
devenisi sengketa diatas terdapat beberapa bentuk sengketa yang sering dijumpai
yakni :
1. Sengketa dibidang Ekonomi
2. Sengketa dibidang Pajak
3. Sengketa dibidang Internasional
4. Sengketa dibidang Pertanahan
• Cara-cara Penyelesaian Sengketa
a. Negosiasi adalah negosiasi selalu melibatkan
dua orang atau lebih yang saling berinteraksi, mencari suatu kesepakatan kedua
belah pihak dan mencapai tujuan yang dikehendaki bersama yang terlibat dalam
negosiasi.
PT Sara Lee
Indonesia, perusahaan besar yang bergerak di consumer product, diguncang
masalah dengan karyawanya. Sekitar 200 buruh bagian pabrik roti yang tergabung
dalam Gabungan Serikat Pekerja PT Sara Lee Indonesia, menggelar aksi mogok
kerja di halaman pabrik, Jalan Raya Bogor Km 27 Jakarta Timur, Rabu (19/11/10).
Aksi mogok kerja ini, ternyata tidak hanya di
Jakarta namun serentak di seluruh distributor Sara Lee se-Indonesia. Bahkan,
buruh yang ada di daerah mengirim ‘utusan’ ke Jakarta untuk memperkuat
tuntutannya. Utusan itu bukan orang, namun berupa spanduk dari Sara Lee yang
dikirim dari beberapa daerah.
Dalam aksinya di depan pabrik, para buruh yang mayoritas
perempuan ini membentangkan spanduk berisikan tuntutan kesejahteraan kepada
manajemen perusahaan yang berbasis di Chicago Sara Lee Corporation dan
beroperasi di 58 negara, pasar merek produk di hampir 200 negara serta memiliki
137.000 karyawan di seluruh dunia.
Dengan mengenakan kaos putih dan ikat merah di
kepalanya. Buruh merentangkan belasan spanduk, di antaranya bertuliskan: “Kami
bukan sapi perahan, usir kapitalis”, “Rp 16 triliun, Bagian kami mana?”,
“Jangan lupa karyawan bagian dari aset perusahaan juga.” “Kami Minta 7 Paket”,
“Perusahaan Sara Lee Besar Kok Ngasih Kesejahteraan Kecil” juga tuntutan lain
tentang kesejahteraan dan gaji yang rendah.
Spanduk juga terpasang di pagar pabrik Sara Lee,
juga ada sehelai kain berisi tanda tangan para pekerja dan 12 poster yang
mewakili suara masing-masing tim dari berbagai daerah, seperti Jakarta,
Banyuwangi, Medan, Makassar, Denpasar, Jember, Surabaya, Madiun, Kediri,
Gorontalo, Samarinda, Lombok dan Aceh.
Poster dari Surabaya GT tertera beberapa kalimat
yang berbunyi: “Kami tidak akan berhenti mogok, sebelum kalian penuhi tuntutan
buruh, penjahat aja tahu balas budi, kalian?” Juga poster dari Tim Banyuwangi
menyuarakan: “Kedatangan kami bukan untuk berdebat, kami datang untuk meminta
hak kami, jangan bersembunyi di belakang UU, dan jangan ambil jatah kami, ayo
bicaralah untuk Indonesia.”
“Kami terpaksa mogok karena jalan berunding
sudah buntu dari pertemuan tripartit antara manajemen perusahaan dengan serikat
pekerja. Banyak tuntutan yang kami ajukan mulai kesejahteraan, peningkatan
jumlah pesangon dan kompensasi dari manajemen,” ungkap seorang buruh wanita
yang enggan disebut namanya.
Buruh takut menyebut nama, sebab manajemen
perusahaan akan terus melakukan intimidasi yang menyakitkan. “Ini aksi dalam
jumlah yang kecil, dan menggerakan lebih besar dan sering melancarkan aksi,
jika tuntutan kami tak dikabulkan,” sambungnya.
Perwakilan manajemen sempat mengimbau peserta
aksi mogok untuk kembali bekerja melalui pengeras suara, namun ditolak oleh
pekerja. Hingga kini aksi buruh terus bertambah sebab karyawan dari distributor
Jakarta, Bogor, Tanggeran, Depok dan Bekasi satu persatu memperkuat aksinya
itu.
Buruh lainnya mengatakan kasus ini bermula dari
penjualan saham Sara Lee dijual kepada perusahaan besar. Ternyata, perusahaan
baru itu Setelah enggan menerima karyawan lain, sehingga nasib karyawan menjadi
terkatung-katung. Bahkan, memutus hubungan kerja seenaknya saja. Buruh pun
aktif demo.
Sara Lee merasa malu dengan aksi yang mencoreng
perusahaan raksasa inim sehingga siap melakukan perundingan tripartit.
Sayangnya, hingga kini belum ada kesepakatan karena manajemen perusahaan
memberikan nilai pesangon yang sangat rendah, tak sesuai pengabdian karyawan.
Menurut saya,
Manajemen PT. Saralee harus berunding terlebih dahulu dengan para buruh agar
menemui suatu titik kesepakatan. Jika PT. Saralee tidak memperoleh laba yang ia
targetkan, seharusnya ia dapat mengambil kebijaksanaan yang tidak membuat salah
satu pihak rugi akan hal ini. Perundingan secara kekeluargaan adalah
satu-satunya solusi yang dapat meredam demo. Jika demo terus terjadi, pihak
Saralee malah akan mengalami kerugian yang lebih besar lagi, karena jika
kegiatan operasional tidak berjalan seperti biasa, laba pun tidak akan didapatkan
oleh PT.Saralee.
b. Mediasi adalah cara penyelesaian dengan
melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga yang dapat diterima (accertable)
Artinya para pihak yang bersengketa mengizinkan pihak ketiga untuk membantu
para rihak yang bersengketa dan membantu para pihak untuk mencapai
penyelesaian.
Contoh Kasus Mediasi :
Sebuah organisasi pendidikan (dalam contoh kasus
ini disebut Organisasi X) dalam jangka waktu dua puluh lima tahun telah
berkembang dengan pesat; saat ini memiliki tiga institusi pendidikan tinggi,
sekitar dua puluh tiga ribu mahasiswa aktif, lebih dari seribu orang dosen dan
sekitar tuiuh ratus karyawan dengan lima lokasi kampus di berbagai tempat
starategis di pusat kota Jakarta. Didorong oleh konflik pribadi dengan pemilik
organisasi, ketidak puasan terhadap beberapa kebijakan kepegawaian dan didukung
oleh sebuah partai politik tertentu yang berniat menanamkan pengaruh dalam
ketiga perguruan tinggi milik organisasi tersebut, sekelompok karyawan muda
membentuk sebuah Serikat Pekerja (dalam tulisan ini disebut SP-A) di dalam
organisasi tersebut.
Sepak terjang SP-A menjurus kontroversial,
provokatif terhadap sesama karyawan dan konfrontatif terhadap Organisasi X,
yang berdampak negatif terhadap suasana kerja dan kinerja organisasi dan perguruan-perguruan
tingginya, antara lain dalam bentuk kegelisahan, was-was, saling curiga, tidak
puas dan mengarah kepada perpecahan antar karyawan, yang secara drastis
menurunkan pruduktivitas karyawan dan organisasi. Situasi ini menimbulkan
kekhawatiran kepada sebagian besar karyawan maupun para pimpinan organisasi dan
institusi pendidikan tinggi yang ada di dalamnya; apabila dibiarkan
berlarut-larut dapat berakibat fatal terhadap eksistensi organisasi dan seluruh
karyawan yang bernaung di dalamnya.
Mengantisipasi kemungkinan tersebut kemudian
sekelompok karyawan senior yang mempunyai komitmen tinggi terhadap
organisasinya membentuk sebuah Serikat Pekerja baru (dalam tulisan ini disebut
SP-B).
Sasaran jangka pendek SP-B adalah : memulihkan
kembali iklim kerja yang kondusif, meningkatkan kembali produktivitas, dan
mengusahakan peningkatan kesejahteraan karyawan. Langkah-langkahnya cenderung
rasional, persuasif dan kooperatif baik kepada Organisasi X, SP-A maupun sesama
karyawan.
Telah dilakukan
upaya-upaya penyelesaian konflik di antara ketiga pihak yang terlibat melalui
negosiasi-negosiasi langsung, namun tidak membawa hasil, sehingga kemudian SP–A
membawa permasalahannya kepada pihak ketiga (yaitu Departemen Tenaga Kerja)
untuk bertindak sebagai mediator.
1. Mediasi langsung antara Mediator dengan SP–A,
tanpa melibatkan Organisasi X dan SP–B.
2. Mediasi langsung antara Mediator dengan
Organisasi X, tanpa melibatkan SP–A dan SP–B.
3. Mediasi langsung antara Mediator dengan SP–B,
tanpa melibatkan SP–A dan Organisasi X.
4. Mediasi langsung antara Mediator dengan
ketiga pihak yang terlibat konflik secara bersama-sama.
Melalui pendekatan-pendekatan intensif
berdasarkan peraturan ketenaga kerjaan yang berlaku oleh mediator kepada SP–A
dan Organisasi X melalui pertemuan-pertemuan formal dan informal, diperoleh
hasil sebagai berikut :
§ Pengurus dan anggota SP–A yang tetap bersikap
keras satu persatu mengundurkan diri, sedangkan anggota-anggota yang masih
ingin bekerja di Organisasi X sebagian bergabung dengan SP–B dan sebagian kecil
tetap di SP–A.
§ SP–B menjadi semakin eksis karena missinya
yang searah dengan missi Organisasi X : bekerja sama dengan Organisasi X
sebagai mitra untuk mensejahterakan karyawan melalui peningkatan produktivitas,
serta strateginya yang tepat : rasional, persuasif dan koordinatif kepada SP–A,
Organisasi X maupun Mediator.
§ Iklim kerja berangsur-angsur pulih dan lebih
kondusif
§ Motivasi kerja kembali meningkat
§ Produktivitas karyawan dan institusi
pendidikan meningkat
§ Peraturan kepegawaian dibakukan dalam bentuk
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sesuai dengan arahan dari Departemen Tenaga
Kerja, sehingga ada kejelasan dan kepastian hukum yang dapat di pegang oleh
Organisasi X maupun karyawan, SP-A dan SP-B.
c. Arbitrase adalah pihak-pihak perselisihan
memilih penyelesaian oleh seorang wasit atau lebih (tentunya lalu dalam jumlah
yang ganjil agar supaya kemungkinan kelebihan suara pada saat memutus, walaupun
untuk (pemutusan ini sebaiknya digunakan cara bermusyawarah), wasit atau
wasit-wasit dimana biasanya adalah ahli atau ahli-ahli di dalam lingkungan
cabang perniagaan atau perusahaan yang bersangkutan.
Pemerintah
Indonesia optimistis bakal memenangi arbitrase internasional kasus PT Newmont
Nusa Tenggara (NNT) yang sidang perdananya dijadwalkan berlangsung di Jakarta,
Selasa (9/12). Namun, pemerintah RI terancam untuk membayar kewajiban senilai
US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 29 triliun.Besaran kewajiban tersebut terdiri
atas segala biaya yang dikeluarkan NNT berdasarkan nilai buku dan beban atas
7.000 karyawan perusahaan tambang yang mayoritas sahamnya dikuasai Sumitomo
Corp dan Newmont Corporation Ltd tersebut. Selain itu, pemerintah pun harus
menyelesaikan kewajiban NNT terhadap pembeli yang terkontrak, pemasok, dan
kreditor.
Kemungkinan pemerintah bakal rugi bila memenangi
arbitrase melawan NNT ini pun secara eksplisit tampak dalam perjanjian kontrak
karya (KK) yang diteken pemerintah RI dan NNT. Pasal 22 butir (5) KK yang
diteken NNT dan pemerintah RI pada 2 Desember 1986 menyatakan; apabila
pengakhiran (terminasi) terjadi selama periode operasi atau sebagian akibat
habisnya jangka waktu persetujuan ini, semua harta kekayaan perusahaan, baik
yang bergerak maupun tidak bergerak, yang berada di dalam wilayah KK harus
ditawarkan untuk dijual kepada pemerintah dengan harga yang besarnya sama
dengan ongkos perolehan atau menurut harga pasar, mana yang lebih rendah,
tetapi bagaimana pun tidak akan lebih rendah dari nilai buku.
Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi
(Minerbapabum) Departemen ESDM Bambang Setiawan mengatakan, bila pemerintah
Indonesia memenangi gugatan, pihaknya tidak mempersoalkan sekiranya harus
memenuhi kewajiban yang diputuskan dalam arbitrase.
“Kalau memang itu diatur dalam KK, ya harus dipenuhi.
Namun, tidak serta merta pemerintah yang membelinya, mungkin melalui BUMN
sektor pertambangan, seperti PT Aneka Tambang Tbk atau PT Tambang Batubara
Bukit Asam (PTBA) Tbk,” ujar Bambang kepada Investor Daily di Jakarta, akhir
pekan lalu.
Kendati begitu, Bambang berpendapat, nilai aset
buku PT NNT saat ini harus dibuktikan terlebih dahulu oleh sebuah lembaga audit
independen. “Tidak bisa asal disebut saja,” ujarnya.
Pasal 24 ayat 33 KK antara pemerintah RI dan NNT
menyatakan; pemegang saham asing NNT diwajibkan menawarkan saham NNT sehingga
pada 2010 minimal 51% saham NNT akan beralih ke pemerintah Indonesia atau
peserta Indonesia lainnya. Saat ini, 80% saham NNT yang mengeksploitasi tambang
tembaga dan emas di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat
(NTB) dikuasai Nusa Tenggara Partnership (Newmont 45% dan Sumitomo 35%). Sisa
20% saham dimiliki PT Pukuafu Indah.
Pada 2006, NNT menawarkan 3% senilai US$ 109
juta saham kepada mitra Indonesia dan masing-masing 7% pada 2007 senilai US$ 282
juta dan 2008 sebesar US$ 426 juta. Dua tahun lalu, NNT menawarkan saham kepada
pemerintah daerah. Pemkab Sumbawa dan Pemprov NTB memperoleh 2%, sedangkan
Pemkab Sumbawa Barat 3%.
Dalam proses penawaran saham mencuat perbedaan
penafsiran terhadap KK khususnya pasal 24 antara pemerintah dan NNT. Persoalan
yang muncul antara lain soal saham NNT yang digadaikan kepada kreditor, kendati
sebetulnya telah disetujui pemerintah Indonesia pada 1997. Karena tidak ada
kesepakatan, belakangan pemerintah Indonesia secara bersamaan dengan PT NNT
membawa kasus tersebut ke ke arbitrase.
Menurut anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PAN
Alvien Lie, bila ada ketentuan pemerintah harus membayar kewajiban kepada NNT,
pemerintah dapat membeli perusahaan tersebut dengan diangsur. “Tidak ada aturan
yang harus membayarnya secara tunai. Diangsur saja misalnya 50 tahun,”
jelasnya.
Dirut PTBA Sukrisno mengatakan, pihaknya hingga
kini belum bisa berkomentar terkait usulan pemerintah mengharuskan perusahaan
membeli aset NNT. “Kami belum tahu asal usul kedudukan NNT. Kalau pun ada
gambaran soal pembelian, masih akan dibicarakan lebih lanjut antara direksi,
komisaris, dan pemegang saham,” katanya di Jakarta, akhir pekan lalu.
Senior Director, Communications and Media
Relations Newmont Mining Corporation Omar Jabara yang dihubungi melalui surat
elektronik di Denver, AS, Minggu (7/12) tak bersedia memberi tanggapan. Juru
bicara Newmont Rubi W Purnomo kepada Investor Daily, kemarin, mengatakan,
sampai saat ini pihaknya ingin memberikan kesempatan bagi proses penyelesaian
atas perbedaan melalui arbitrase yang bebas dari sorotan dan spekulasi di media
massa.
“Untuk itu, pada saat ini, kami tidak ingin
memberikan pernyataan apapun yang berhubungan dengan arbitrase dan divestasi PT
NNT,” ujarnya.
Pemerintah Kalah
Secara terpisah, Direktur Centre for Indonesian
Mining and Resources Law Ryad A Chairil mengungkapkan, pemerintah tidak mungkin
memenangi gugatan arbitrase NNT. Sejak 17% saham itu ditawarkan, menurut Ryad,
pemerintah pusat maupun daerah tidak bisa menunjukkan dengan jelas pihak mana
yang akan membeli saham tersebut.
“Secara finansial, pemerintah bahkan mengakui
tidak cukup uang untuk menebus 17% saham Newmont. Karena itu, gugatan arbitrase
tersebut adalah cara elegan untuk membebaskan pemerintah dari hak pertama
membeli saham dan membolehkan Newmont menawarkan pada pihak lain yang mampu
membeli saham tersebut,” katanya.
Pemerintah disarankan menunjuk BUMN yang
memiliki kemampuan secara finansial untuk mengakuisisi saham Newmont. Ryad
menambahkan, pemerintah salah fatal dan melanggar kesepakatan yang tertera
dalam KK terkait dugaan lalai (default) yang diajukan Dirjen Minerbapabum (saat
itu Simon Felix Sembiring) terkait belum tuntasnya penawaran 17% saham NNT
kepada pemda.
“Menurut kesepakatan, default hanya bisa
diajukan bila para pihak tidak sedang terlibat dalam masalah. Pemerintah sudah
melanggar kesepakatan tersebut,” ujarnya. (c122)
– Perbandingan antara Litigasi, Arbitrasi dan
Perundingan
• Litigasi adalah proses dimana seorang individu
atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan
penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
• Arbitrase adalah pihak-pihak perselisihan
memilih penyelesaian oleh seorang wasit atau lebih (tentunya lalu dalam jumlah
yang ganjil agar supaya kemungkinan kelebihan suara pada saat memutus, walaupun
untuk (pemutusan ini sebaiknya digunakan cara bermusyawarah), wasit atau
wasit-wasit dimana biasanya adalah ahli atau ahli-ahli di dalam lingkungan
cabang perniagaan atau perusahaan yang bersangkutan.
• Perundingan adalah pembicaraan tentang
sesuatu, perembukan, permusyarawaratan. Perundingan merupakan tindakan atau
proses menawar untuk meraih tujuan atau kesepakatan yang bisa diterima. Dalam
perundingan dibutuhkan tindakan kedua belah pihak baik yang nyata maupun yang
tidak, dimana pihak-pihak yang berunding memberikan persetujuannya. Perundingan
tidak mencari cara untuk memengaruhi satu pihak, namun terjadi karena kedua
belah pihak merasakan hal yang sama: ingin mencapai kesepakatan.
Sumber :
http://handikosuharso.blogspot.com/2011/04/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html